Senin, 25 Mei 2015

Enakkan mana? Jadi Ustadzah apa Santriwati?




Enakkan mana? Jadi ustadzah apa santriwati?
Al-Mawaddah, ketika muwajjahah malam kami membentuk lingkaran kecil untuk belajar bersama. Muwajjahah berjalan dengan baik, antusias santriwati dalam belajar terlihat menggebu-gebu menyongsong ujian akhirussanah yang akan mereka hadapi sebentar lagi. Sampai akhirnya ku pandangi wajah-wajah yang tadinya berseri itu, mulai meredup oleh totokan (ngantuk di paksakan). Ngantuk itu memang ciri khas santri,,hehehe. Kemudian ku buka sesi rohah, biar otot tidak tegang, pikiran tenang, ngantuk hilang.
“ustadzah hikayah,,,” rayu mereka. “ayyu hikayatin?” jawabku. “Masi’tum ustadzah…” kata mereka. (gubrak). Panjang lebar ku cerita kan sepak terjang selama menjadi santriwati untuk memotivasi. Tiba-tiba keluar sebuah pertanyaan dari seorang santriwati. “ Ustadzah, ahsan sirtum ustadzah am tilmidzah?”(Ustadzah, enakkan jadi ustadzah atau santriwati?). Agak kaget juga mendengar pertanyaan itu. Lalu ku balas dengan senyuman.
Pertanyaan luar biasa dari anak kelas 1, yang besar rasa ingin tahunya. Menarik saya untuk menjawabnya. Pertanyaan yang membuatku kembali mengenang indahnya masa lalu dari menjadi santriwati baru, modabiroh, munadzomah, sanah nihaiyyah hingga menerima embanan amanah suci pengabdian. Tentu banyak hal yang di rasakan di kampung damai ini. Tidak hanya kenangan, tapi hingga detik ini pun, aliran kesejukan itu masih terasa. Kedamaian mendengar jaros (lonceng) yang bergelontang mengendalikan segala aktifitas santriwati. Melihat dan mendengar celotehan santriwati adalah obat pelipur hati. Sungguh tak terbayangkan sebelumnya, aku bisa bertahan sampai detik ini.
Kembali ke pertanyaan awal, enak mana? Jadi ustadzah apa santriwati?.
Memang hidup penuh pilihan adakalanya kita tunduk dengan apa yang ada di depan mata. Namun tidak sedikit pula kesempatan yang kita dapatkan untuk memilih jalan yang akan kita tempuh. Pilihan itu ada di tanganmu sendiri !. Ketika amanah itu diberikan rasanya campur aduk, antara sedih dan senang. Sedih karena tidak bisa melanjutkan kuliah di luar dan tidak bisa berkumpul dengan keluarga. Senang karena merasa terpilih dan teristimewa dengan pengabdian. Tidak hanya itu, kegalauan mulai menerpa ketika di hadapkan dengan keputusan lanjut kuliah sambil ngabdi atau pending satu tahun. Pengabdian 1 tahun atau 4 tahun. Semuanya butuh proses, butuh pertimbangan. Jika ngabdi 1 tahun bisa focus pengabdian namun telat masuk kuliah, jika ngabdi sambil kuliah harus konsekuen dengan segala tugas pondok dan tugas kuliah. Itulah proses yang mendidik kami (ustadzaat), sebagai ustadzah itu juga sebuah pendidikan.
Ustadzah dan santriwati sama-sama dididik di pesantren putri Al-Mawaddah tercinta ini. Yang membedakan adalah tugas. Ustadzah menjadi pendidik uswatun hasanah, dengan segala prosesnya untuk mencapai sandang ustadzah. Ustadzah mencurahkan semua waktu dan tenaga demi mencetak kader umat yang luar biasa. Sedangkan santriwati adalah anak didik yang dididik dan dibina agar menjadi mar’atus sholihah, alimah, dan tangguh di era global. Jika di katakana enak mana ?. Semua punya tugas dan kewajiban masing-masing, rasa enak itu tergantung pada yang menjalankan. Jika tugas ustadzah di jalankan dengan penuh keikhlasan sebagai amal jariah dan demi mencapai ridlo ilahi. Semua akan berjalan dengan enak, nyaman dan menyenangkan.
Bagiku awal pengabdian memang terasa kurang enak, karena memang bukan pilihanku dan belum meresapi sepenuhnya arti pengabdian. Namun lambat laun semakin banyak tugas pengabdian, rasa kebahagiaan itu semakin merekah. Segalanya terasa indah. Alhamdulillah. Banyak pendidikan dan pengalaman yang tidak semua orang bisa merasakannya. Dari bangun, tidur, sampai bangun lagi, semua adalah pendidikan. Jadi mudarisah, musyrifah, ibu, kakak, dan masih banyakkk lagi yang tak akan cukup jika disebutkan satu persatu. Kami dididik untuk mendidik, karena kami adalah wanita. Madrosatul ‘ula untuk agama dan bangsa. Kemajuan bangsa tergantung pada wanita. Subhanallah… (asr)

5 komentar: